Dhamma
berarti "kebenaran universal" yang ditemukan Sang Buddha. Dhamma tetap
ada walaupun Sang Tathagatha ( sebutan Buddha untuk dirinya sendiri )
ada/hadir di dunia ini ataupun tidak. Dhamma adalah kebenaran yang
berada di alam semesta ini tidak terkecuali apakah seseorang mengakui
atau tidak, mengetahui atau tidak, kebenaran ini akan tetap ada.
Ada dua macam kebenaran
1,
Kebenaran mutlak : kebenaran yang berlaku bagi siapapun dan apapun
tanpa tergantung tempat, waktu dan kondisi. Segala sesuatu yang
berkondisi adalah tidak kekal, bersifat timbul dan tenggelam, setelah
lahir kemudian hancur. Semua yang berawal, pasti ada akhir.
2,
Kebenaran relatif : kebenaran yang tergantung tempat, waktu dan
kondisi. Misalnya hukum gravitasi dimana ketika semua benda dilepaskan
di bumi akan jatuh ke bawah, tetapi tidak ketika diletakkan di luar
angkasa.
Di alam semesta ini, ada begitu banyak kebenaran. Tetapi Buddha
mengajarkan kebenaran yang lebih bermanfaat untuk semua makhluk.
Kebenaran yang akan mengantarkan seseorang untuk dapat mengenali
kebenaran-kebenaran lainnya dengan benar. Yaitu, Kebenaran tentang Empat Kebenaran Mulia.
Empat Kebenaran Mulia
(1). Kebenaran tentang dukkha.
(2). Kebenaran tentang asal dukkha.
(3). Kebenaran tentang musnahnya dukkha.
(4). Kebenaran tentang jalan manuju lenyapnya dukkha, yaitu, Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Kebenaran Mulia Pertama : Dukkha - Hakekat kehidupan adalah dukkha.
Kondisi
kehidupan yang kita jalani pada hakikatnya adalah dukkha. Ini merupakan
pandangan Sang Buddha mengenai kehidupan dalam bentuk apapun juga.
Dikarenakan, semua bentuk atau ciri kehidupan yang ada di alam semesta
ini sifatnya "selalu berubah". Oleh karena itulah sebaiknya manusia
dengan bijaksana menerima hal ini sebagai sebuah kewajaran yang alami.
Dukkha 1
Dukkha
sebagai sebuah penderitaan yang nyata. Manusia lahir, tua, menderita
sakit dan mati. Lalu terlahir kembali untuk mengulang penderitaan ini.
Dukkha 2
Dukkha
sebagai sebuah penderitaan karena adanya perubahan-perubahan seperti
senang, puas, terkadang sedih, jengkel tidak terpuaskan; berkumpul
dengan orang yang dicintai tetapi tidak cukup lama adalah dukkha,
mendapatkan apa yang tak diinginkan adalah dukkha, mendapatkan apa yang
diinginkan tetapi tidak cukup banyak adalah dukkha, berkumpul dengan
orang yang dibenci adalah dukkha, postur tubuh yang tidak sesuai adalah
dukkha.
Dukkha 3
Dukkha
sebagai penderitaan yang disebabkan adanya keadaan yang berkondisi,
karena perpaduan lima kelompok kehidupan; memiliki indera akan mengalami
penderitaan karena adanya kontak, memiliki kesadaran, akan menyadari
hal-hal yang tidak menyenangkan, memiliki ingatan akan pengalaman/trauma
masa lalu, stres memikirkan masa depan, pikiran-pikiran yang tak
terkendali akan mengalami kesedihan.
Kebenaran Mulia Kedua : Tanha - Sumber dari dukkha adalah Tanha.
Penyebab
dukkha adalah Tanha atau nafsu keinginan yang melekat, yang didasari
oleh keserakahan ( lobha ), kebencian ( dosa ), dan kebodohan ( moha ).
Tanha 1
Nafsu
keinginan yang membawa pada kehausan akan kenikmatan-kenikmatan indera,
seperti sentuhan sensual, pandangan akan sesuatu yang erotis, atau
mulut yang bagai sumur tak ada dasar, makan apa saja beberapa jam
kemudian makan lagi.
Tanha 2
Nafsu
keinginan yang mengakibatkan kehausan untuk memiliki, selalu tidak puas
dengan apa yang sudah dimiliki, ingin terus perbanyak, kehausan yang
menyebabkan kelahiran terus berputar dan berputar.
Tanha 3
Nafsu
keinginan yang mengakibatkan kehausan untuk menyingkirkan sesuatu,
menyingkirkan yang dibenci sampai timbulnya hasrat untuk melarikan diri
dari suatu masalah, sampai pada keinginan untuk memusnahkan diri dengan
berpikir setelah mati maka berakhirlah semua penderitaan yang
dialaminya.
Kebenaran Mulia ketiga : Nirodha - Padamnya nafsu keinginan, berakhirnya dukkha - Nibbana.
Bahwa
penderitaan yang menguasai kehidupan kita secara berulang ini, bisa
dihentikan dengan membuang penyebabnya sehingga terbebas dari belenggu
tanha yang mengikat dan mencapai Nibbana. Buddha mendeklarasikan bahwa
"Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi". Dalam Aggivacchagotta Sutta
Buddha mengumpamakan Parinibbana dengan sebuah nyala api yang tergantung
pada kayu dan rumput yang menjadi padam ketika kayu dan rumput tersebut
habis terbakar. Menanyakan apakah api tersebut pergi ke utara, selatan,
timur, atau barat adalah tidak sesuai untuk kasus ini. Nibbana
dicapai dengan penghentian secara total kekotoran-kekotoran batin yang
memberikan pembebasan sempurna dari dukkha, pembasmian terhadap
kesalahan "aku" dan penghancuran terhadap kerakusan, kebencian dan
delusi.
Kebenaran Mulia keempat : Maggha - Jalan menuju berakhirnya penderitaan, yaitu - Jalan Mulia Berunsur Delapan.
1, Pandangan benar.
2, Pikiran benar.
3, ucapan benar.
4, Perbuatab benar.
5, Mata pencaharian benar.
6, Daya upaya benar
7, Perhatian benar.
8, Konsentrasi benar.
1 : Pandangan benar
Memiliki
pandangan atau pengertian benar adalah memahami segala sesuatu
sebagaimana adanya sesuai dengan realita yang ada, mengerti Ajaran Empat
Kebenaran Mulia, juga diartikan memiliki pandangan atau pengertian
benar terhadap hukum karma, hukum tilakhana, hukum sebab akibat.
Hukum tilakana/3 corak kehidupan
Anicca- adalah tentang kenyataan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini tidak kekal dan selalu berubah.
Dukkha-
adalah tentang kenyataan bahwa segala sesuatu yang berkondisi dan
berubah terus-menerus adalah tidak memuaskan, tidak dapat memuaskan
seluruh hasrat/keinginan kita dengan sempurna. Orang bijaksana tidak
seharusnya menderita karena adanya perubahan-perubahan dalam
kehidupannya.
Anatta-
adalah tentang kenyataan bahwa segala sesuatu baik yang berkondisi dan
tidak berkondisi adalah bukan aku. Kenyataan bahwa kita tidak bisa
mengontrol tubuh jasmani ini seperti yang kita inginkan ; tidak menjadi
sakit/terserang penyakit, tidak menjadi tua/lapuk, terus rupawan.
Bahkan menjaga batin agar selamanya bahagia, senang dan tidak berduka
menandakan diri ini bukanlah sang aku, bukan milik-ku. Orang bijaksana
akan menghindari bentuk- bentuk pengakuan diri karena segala sesuatu
pada saatnya akan berubah.
Hukum sebab-akibat
Hukum
sebab-musabab yang saling bergantungan. "Dengan adanya ini, maka
terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu. Dengan
padamnya ini, maka padamlah itu". Pengetahuan ini ditemukan Buddha
Gautama dalam perenungan Beliau pada minggu-minggu pertama setelah
pencapaian Penerangan Sempurna.
Lima hukum alam : semua fenomena di alam semesta ini bekerja menurut salah satu dasar dari lima hukum alam ini
1, Hukum-hukum fisika berkaitan dengan energi yang mengatur terbentuk dan hancurnya segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta (utu-niyama).
2, Hukum-hukum biologis berkaitan dengan biologis semua aspek makhluk hidup (bija-niyama).
3,
Hukum-hukum psikologik yang mengatur fungsi-fungsi kesadaran dan
fenomena ekstrasensorik atau kekuatan pikiran (citta-niyama).
4, Hukum-hukum sebab dan akibat dari perbuatan (kamma-niyama).
5, Hukum-hukum semesta yang mengatur segala sesuatu di luar empat hukum di atas (dhamma-niyama).
2 : Pikiran benar
Pikiran
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita kerjakan, jadi memiliki
pikiran yang benar dan murni merupakan hal yang penting karena akan
mempengaruhi apa yang akan kita lakukan.
3 : Ucapan benar
Menjaga
ucapan agar selalu benar, mengandung kebenaran, tepat waktu. Berarti
menjauhkan diri dari ucapan jahat, atau desas-desus, tidak menyebabkan
ketidakharmonisan atau perpecahan diantara orang-orang. Hendaklah ucapan
seyogianya tidak merugikan/menyakiti makhluk lain.
4 : Perbuatan benar
Perbuatan benar berarti
tidak melakukan kesalahan dengan badan jasmani : yaitu, menjauhkan
diri dari melakukan pembunuhan -- tidak menghilangkan kehidupan (nyawa)
semua makhluk hidup (secara langsung, maupun tidak langsung).
Menjauhkan diri dari melakukan pencurian -- tidak mengambil apa yang tidak diberikan.
Menjauhkan diri dari melakukan pelanggaran seksual -- tidak melakukan perbuatan seksual (diluar pernikahan).
5 : Mata pencaharian (penghidupan) benar
Mata
pencaharian benar ialah yang tidak tercela, hendaknya menghindari
kecurangan, penujuman, penipuan dan perdagangan yang merugikan makhluk
lainnya : penjualan manusia, membesarkan binatang untuk dijual guna
disembelih, senjata-senjata untuk membunuh, minuman keras dan obat-obat
terlarang, juga racun yang digunakan untuk membunuh.
6 : Usaha benar
Usaha benar memiliki empat komponen :
(a) usaha untuk membuang pikiran-pikiran jahat yang telah muncul.
(b) usaha untuk mencegah munculnya pikiran jahat yang belum muncul.
(c) usaha untuk memunculkan pikiran-pikiran baik yang belum muncul, dan
(d) usaha untuk mengembangkan pikiran-pikiran baik yang telah muncul.
Yang
dimaksud dengan pikiran jahat ialah pikiran yang diliputi keterikatan,
delusi, sifat tidak tahu malu, kesombongan, kebencian, kedengkian,
kecemburuan (sifat iri hati), kikir, ketidaktenangan dll.
Yang
dimaksud dengan pikiran baik ialah pikiran yang tanpa keterikatan, tahu
malu, percaya diri, penuh kesadaran, sikap hangat (persahabatan),
ketenangan dll.
7 : Perhatian benar
Perhatian Benar adalah perhatian yang konstan pada :
(a) tubuh -- apa saja yang dilakukannya.
(b) perasaan -- apakah menyenangkan, tidakmenyenangkan, atau netral.
(c) keadaan -- keadaan batin, objek-objek batin.
(d) pikiran -- keadaan pikiran, apakah sedang fokus, mengembara atau panik.
Selanjutnya
setelah perhstian/perenungan itu, orang tersebut sadar terhadap batin
dan jasmaninya, "aku" yang mana paling penting dan perlu untuk
menyadari tiga karakteristik keberadaan, bahwa segala sesuatu itu tidak
permanen, dukkha, dan tanpa inti diri yang terpisah.
8 : Konsentrasi benar
Konsentrasi
yang benar adalah ketika kita dapat mempertahankan perhatian kita
secara terus-menerus terhadap permasalahan (objek).
Adalah
perlu untuk mengembangkan konsentrasi (samadhi) karena pikiran yang
tidak terkonsentrasi, dikuasai oleh lima rintangan --- keinginan
sensual, kehendak yang tidak sehat, kemalasan/keengganan,
kegelisahan/kekhawatiran dan keragu-raguan (tidak bisa mengambil
keputusan) --- sehingga seseorang tidak melihat hal-hal (benda-benda)
sebagaimana adanya dan dengan demikian tidak dapat memperoleh pandangan
atau pengetahuan yang tinggi.
Pikiran
yang tidak terlatih, liar dan tidak tenang --- seperti kuda liar. Ia
perlu dijinakkan sebelum dapat digunakan. Dalam Samyutta Nikaya Buddha
mengumpamakan pikiran (kesadaran) dengan enam binatang (ular, buaya,
burung, anjing, serigala dan monyet) yang diikat bersama, tetapi
masing-masing selalu bergerak menuju arah berbeda. Mereka harus diikat
pada satu tiang sehingga tidak bisa pergi. Demikian kata Buddha, dalam
meditasi kita mengikat pikiran (perhatian) kita hanya pada satu objek
meditasi tertentu supaya akhirnya pikiran berhenti berlari, tidak keluar
melalui enam pintu indera dan menjadi terpusat pada objek meditasi.
Metode
meditasi yang diajarkan oleh Buddha (salah satunya) adalah perhatian
penuh pada pernapasan, yang juga merupakan metode yang digunakan sendiri
oleh Yang Diberkahi (Buddha Gautama). Ini merupakan suatu metode
universal yang cocok untuk semua orang. Dalam metode ini orang
mencurahkan perhatiannya pada napasnya ketika ia datang (masuk) dan
pergi (keluar) melalui lubang hidung, supaya pikiran secara
berangsur-angsur mencapai konsentrasi. Ketika seseorang mempraktikan
meditasi, dia akan menyadari pentingnya meninggalkan keduniawian. Suatu
pikiran yang terarah pada masalah-masalah dunia selalu terseret oleh
pemikiran-pemikiran asing (yang tidak penting) dan tidak dapat menjadi
terpusat.