Jumat, 15 Juni 2012





SYAIR-SYAIR KEMBAR (Bagian pertama Dhammapada)


(1).
Seperti perbuatan (buruk)  didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dihasilkan oleh pikiran. Bila seseorang bicara atau berbuat dengan pikiran tidak suci, penderitaan pun akan mengikuti, seperti roda pedati mengikuti jejak lembu yang menariknya.

(2).
Segala perbuatan (baik) didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran dan dihasilkan oleh pikiran. Bila seseorang bicara atau berbuat dengan pikiran suci, kebahagiaan pun akan mengikuti, seperti bayang-bayang tak pernah meninggalkan dirinya.

(3).
"Ia menghinaku, ia memukulku, ia mengalahkanku, ia merampas milikku,"  kebencian dalam diri mereka yang diracuni pikiran-pikiran seperti itu, tak akan pernah berakhir.

(4).
"Ia menghinaku, ia memukulku, ia mengalahkanku, ia merampas milikku," kebencian dalam diri mereka yang telah bebas dari pikiran-pikiran seperti itu, akan segera berakhir.

(5).
Di dunia ini, kebencian tak dapat dipadamkan melalui kebencian, kebencian hanya dapat  dipadamkan melalui cinta kasih. Inilah hukum yang berlaku sepanjang masa*
*) Hukum abadi yang telah dipahami dan dijalankan buddha.

(6).
Banyak orang tidak sadar bahwa permusuhan berujung kebinasaan, mereka yang telah sadar akan segera mengakhiri permusuhan.

(7).
Orang yang hidupnya selalu mencari kesenangan*, indra-indranya yang tak terkendali, makan berlebih-lebihan, malas, dan lemah hati, orang itu seperti terjerat oleh mara**, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.
*)   Menyukai sentuhan sensual yang memberi kenikmatan.
**)  disini 'mara' berarti nafsu.

(8).
Mara* tak berdaya menjerat orang yang pikirannya tidak terikat oleh kesenangan-kesenangan, indra-indranya terkendali, makannya sederhana, penuh keyakinan** dan tekun merenungkan "ketidakmurnian" ***, seperti angin tidak mampu menggoyahkan sebuah gunung.
*).      Disini 'mara' artinya nafsu.
**).   Keyakinan pada Buddha (Guru), Dhamma (Ajaran), dan Sangha (Persamuhan), yang berlandaskan pengertian,. Tidak ada kepercayaan membuta dalam Buddhisme, seseorang tidak dianjurkan untuk menerima sesuatu hana berdasarkan kepercayaan semata.
***)    Perenungan ini antara lain mengambil obyek 'ketigapuluh-dua bagian tubuh'.

(9).
Orang yang belum terbebas dari noda, yang tak mampu mengendalikan diri, dan tak mengerti kebenaran, tidak layak mengenakan jubah kuning.

(10).
Sesungguhnya ia yang telah membuang segala noda, berkelakuan baik, memiliki pengendalian diri dan ketulusan, dialah orang yang layak mengenakan jubah kuning.

(11).
Mereka yang menganggap ketidakbeneran sebagai kebenaran, dan menganggap kebenaran* sebagai ketidakbeneran, mereka yang terus terombang-ambing dalam pikiran keliru**  seperti ini, mereka tak akan pernah dapat melihat intisari sesungguhnya.
*).  Kebenaran, seperti pandangan benar (samma ditthi), moralitas (sila), konsentrasi (samadhi), kebijaksanaan (panna) dsb. Manfaat suatu kehidupan suci tidak dapat dicapai  dengan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
**).  Pikiran keliru, yaitu nafsu (kama), itikad jahat (vyapada), dan kekerasam (vihimsa).

(12).
Tapi mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran, dan ketidakbeneran sebagai ketidakbeneran, mereka yang bersemayam dalam pikiran benar* dapat menyadari intisari sebenarnya.
*).   Pikiran benar, pelepasan (nekkhamma), kasih sayang (avyapada), dan kelembutan (avihimsa).

(13).
Seperti hujan menembus rumah beratap tiris, begitulah nafsu dengan mudah merasuk ke dalam pikiran yang tidak terlatih.

(14).
Seperti hujan tidak dapat menembus rumah beratap kuat, begitulah nafsu tak kuasa merasuk ke dalam pikiran yang terlatih.

(15).
Di kehidupan ini ia menderita, di kelahiran berikutnya ia menderita. Pembuat kejahatan menderita di alam kehidupan ini maupun alam kehidupan berikutnya dan merana melihat hasil perbuatan buruknya.

(16).
Di kehidupan ini ia bahagia, begitu pula di kehidupan berikutnya ia bahagia, pembuat kebajikan berbahagia di kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya dan merasa berbahagia setelah melihat hasil perbuatan baiknya.

(17).
Di alam ini ia bersedih, di alam berikutnya ia bersedih, pembuat kejahatan bersedih hati di alam kehidupan ini maupun di alam kehidupan berikutnya dan ia bersedih mengingat kejahatan yang telah dilakukan, terlebih setelah jatuh ke dalam penderitaan.

(18).
Di alam ini ia berbahagia, di alam berkutnya ia berbahagia, pembuat kebajikan bergembira di alam kehidupan ini maupun di alam kehidupan berikutnya dan ia bergembira mengingat kebajikan yang telah dilakukan, terlebih setelah mengecap kebahagiaan.

(19).
Orang yang meskipun banyak membaca kitab suci, tapi tidak berbuat sesuai Ajaran, seperti gembala yang menghitung sapi milik orang lain, tidak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

(20).
Orang yang meskipun sedikit membaca kitab suci, tapi berbuat sesuai  Ajaran, menyingkirkan nafsu, kebencian, dan kebodohan, memiliki pengetahuan benar, batin yang bebas, dan tidak terikat pada kehidupan sekarang maupun yang akan datang; akan memperoleh kehidupan suci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate