Jumat, 15 Juni 2012

Empat Kebenaran Mulia









Dhamma

Dhamma berarti "kebenaran universal" yang ditemukan Sang Buddha.  Dhamma tetap ada walaupun Sang Tathagatha ( sebutan Buddha untuk dirinya sendiri ) ada/hadir di dunia ini ataupun tidak.  Dhamma adalah kebenaran yang berada di alam semesta ini tidak terkecuali apakah seseorang mengakui atau tidak, mengetahui atau tidak, kebenaran ini akan tetap ada.


Ada dua macam kebenaran

1,  Kebenaran mutlak : kebenaran yang berlaku bagi siapapun dan apapun tanpa tergantung tempat, waktu dan kondisi. Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal, bersifat timbul dan tenggelam, setelah lahir kemudian hancur. Semua yang berawal, pasti ada akhir.

2,    Kebenaran relatif :  kebenaran yang tergantung tempat, waktu dan kondisi.  Misalnya hukum gravitasi dimana ketika semua benda dilepaskan di bumi akan jatuh ke bawah, tetapi tidak ketika diletakkan di luar angkasa.


          Di alam semesta ini, ada begitu banyak kebenaran. Tetapi Buddha mengajarkan kebenaran yang lebih bermanfaat untuk semua makhluk. Kebenaran yang akan mengantarkan seseorang untuk dapat mengenali kebenaran-kebenaran lainnya dengan benar.  Yaitu,  Kebenaran tentang Empat Kebenaran Mulia.



Empat Kebenaran Mulia

(1). Kebenaran tentang dukkha. 
(2). Kebenaran tentang asal dukkha.
(3). Kebenaran tentang musnahnya dukkha. 
(4). Kebenaran tentang jalan manuju lenyapnya dukkha,  yaitu, Jalan Mulia Berunsur Delapan.



Kebenaran Mulia Pertama : Dukkha - Hakekat kehidupan adalah dukkha.

Kondisi kehidupan yang kita jalani pada hakikatnya adalah dukkha. Ini merupakan pandangan Sang Buddha mengenai kehidupan dalam bentuk apapun juga. Dikarenakan, semua bentuk atau ciri kehidupan yang ada di alam semesta ini sifatnya "selalu berubah". Oleh karena itulah sebaiknya manusia dengan bijaksana menerima hal ini sebagai sebuah kewajaran yang alami.

Dukkha 1
Dukkha sebagai sebuah penderitaan yang nyata. Manusia lahir, tua, menderita sakit dan mati. Lalu terlahir kembali untuk mengulang penderitaan ini.

Dukkha 2
Dukkha sebagai sebuah penderitaan karena adanya perubahan-perubahan seperti senang, puas, terkadang sedih, jengkel tidak terpuaskan; berkumpul dengan orang yang dicintai tetapi tidak cukup lama adalah dukkha, mendapatkan apa yang tak diinginkan adalah dukkha, mendapatkan apa yang diinginkan tetapi tidak cukup banyak adalah dukkha, berkumpul dengan orang yang dibenci adalah dukkha, postur tubuh yang tidak sesuai adalah dukkha.

Dukkha 3
Dukkha sebagai penderitaan yang disebabkan adanya keadaan yang berkondisi, karena perpaduan lima kelompok kehidupan; memiliki indera akan mengalami penderitaan karena adanya kontak, memiliki kesadaran, akan menyadari hal-hal yang tidak menyenangkan, memiliki ingatan akan pengalaman/trauma masa lalu, stres memikirkan masa depan, pikiran-pikiran yang tak terkendali akan mengalami kesedihan.


Kebenaran Mulia Kedua : Tanha - Sumber dari dukkha adalah Tanha.

Penyebab dukkha adalah Tanha atau nafsu keinginan yang melekat, yang didasari oleh keserakahan ( lobha ), kebencian ( dosa ), dan kebodohan ( moha ).

Tanha 1
Nafsu keinginan yang membawa pada kehausan akan kenikmatan-kenikmatan indera, seperti sentuhan sensual, pandangan akan sesuatu yang erotis, atau mulut yang bagai sumur tak ada dasar, makan apa saja beberapa jam kemudian makan lagi.

Tanha 2
Nafsu keinginan yang mengakibatkan kehausan untuk memiliki, selalu tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki, ingin terus perbanyak, kehausan yang menyebabkan kelahiran terus berputar dan berputar.

Tanha 3
Nafsu keinginan yang mengakibatkan kehausan untuk menyingkirkan sesuatu, menyingkirkan yang dibenci sampai timbulnya hasrat untuk melarikan diri dari suatu masalah, sampai pada keinginan untuk memusnahkan diri dengan berpikir setelah mati maka berakhirlah semua penderitaan yang dialaminya.


Kebenaran Mulia ketiga : Nirodha - Padamnya nafsu keinginan, berakhirnya dukkha - Nibbana.
Bahwa penderitaan yang menguasai kehidupan kita secara berulang ini, bisa dihentikan dengan membuang penyebabnya sehingga terbebas dari belenggu tanha yang mengikat dan mencapai Nibbana.  Buddha mendeklarasikan bahwa "Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi".   Dalam Aggivacchagotta Sutta Buddha mengumpamakan Parinibbana dengan sebuah nyala api yang tergantung pada kayu dan rumput yang menjadi padam ketika kayu dan rumput tersebut habis terbakar. Menanyakan apakah api tersebut pergi ke utara, selatan, timur, atau barat adalah tidak sesuai untuk kasus ini.    Nibbana dicapai dengan penghentian secara total kekotoran-kekotoran batin yang memberikan pembebasan sempurna dari dukkha, pembasmian terhadap kesalahan "aku" dan penghancuran terhadap kerakusan, kebencian dan delusi.


Kebenaran Mulia keempat : Maggha - Jalan menuju berakhirnya penderitaan, yaitu - Jalan Mulia Berunsur Delapan.

1,  Pandangan benar.
2,  Pikiran benar.
3,  ucapan benar.
4,  Perbuatab benar.
5,  Mata pencaharian benar.
6,  Daya upaya benar
7,  Perhatian benar.
8,  Konsentrasi benar.

1  :  Pandangan benar
Memiliki pandangan atau pengertian benar adalah memahami segala sesuatu sebagaimana adanya sesuai dengan realita yang ada, mengerti Ajaran Empat Kebenaran Mulia, juga diartikan memiliki pandangan atau pengertian benar terhadap hukum karma, hukum tilakhana, hukum sebab akibat.

Hukum tilakana/3 corak kehidupan
Anicca- adalah tentang kenyataan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini tidak kekal dan selalu berubah.

Dukkha- adalah tentang kenyataan bahwa segala sesuatu yang berkondisi dan berubah terus-menerus adalah tidak memuaskan, tidak dapat memuaskan seluruh hasrat/keinginan kita dengan sempurna. Orang bijaksana tidak seharusnya menderita karena adanya perubahan-perubahan dalam kehidupannya.

Anatta- adalah tentang kenyataan bahwa segala sesuatu baik yang berkondisi dan tidak berkondisi adalah bukan aku. Kenyataan bahwa kita tidak bisa mengontrol tubuh jasmani ini seperti yang kita inginkan ;  tidak menjadi sakit/terserang penyakit, tidak menjadi tua/lapuk, terus rupawan. Bahkan menjaga batin agar selamanya bahagia, senang dan tidak berduka menandakan diri ini bukanlah sang aku, bukan milik-ku.  Orang bijaksana akan menghindari bentuk- bentuk pengakuan diri karena segala sesuatu pada saatnya akan berubah.

Hukum sebab-akibat
Hukum sebab-musabab yang saling bergantungan.  "Dengan adanya ini, maka terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu. Dengan padamnya ini, maka padamlah itu".  Pengetahuan ini ditemukan Buddha Gautama dalam perenungan Beliau pada minggu-minggu pertama setelah pencapaian Penerangan Sempurna.

Lima hukum alam :  semua fenomena di alam semesta ini bekerja menurut salah satu dasar dari lima hukum alam ini
1,  Hukum-hukum fisika berkaitan dengan energi yang mengatur terbentuk dan hancurnya segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta (utu-niyama).

2,      Hukum-hukum biologis berkaitan dengan biologis semua aspek makhluk hidup (bija-niyama).

3,       Hukum-hukum psikologik yang mengatur fungsi-fungsi kesadaran dan fenomena ekstrasensorik atau kekuatan pikiran (citta-niyama).

4,        Hukum-hukum sebab dan akibat dari perbuatan (kamma-niyama).

5,        Hukum-hukum semesta yang mengatur segala sesuatu di luar empat hukum di atas (dhamma-niyama).



2  :  Pikiran benar
Pikiran adalah dasar dari segala sesuatu yang kita kerjakan, jadi memiliki pikiran yang benar dan murni merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi apa yang akan kita lakukan.


3  :  Ucapan benar
Menjaga ucapan agar selalu benar, mengandung kebenaran, tepat waktu. Berarti menjauhkan diri dari ucapan jahat, atau desas-desus, tidak menyebabkan ketidakharmonisan atau perpecahan diantara orang-orang. Hendaklah ucapan seyogianya tidak merugikan/menyakiti makhluk lain.


4  :  Perbuatan benar
Perbuatan benar berarti tidak melakukan kesalahan dengan badan jasmani :  yaitu, menjauhkan diri dari melakukan pembunuhan -- tidak menghilangkan kehidupan (nyawa) semua makhluk hidup (secara langsung, maupun tidak langsung).
Menjauhkan diri dari melakukan pencurian -- tidak mengambil apa yang tidak diberikan.
Menjauhkan diri dari melakukan pelanggaran seksual -- tidak melakukan perbuatan seksual (diluar pernikahan).


5  :  Mata pencaharian (penghidupan) benar
Mata pencaharian benar ialah yang tidak tercela, hendaknya menghindari kecurangan, penujuman, penipuan dan perdagangan yang merugikan makhluk lainnya : penjualan manusia, membesarkan binatang untuk dijual guna disembelih, senjata-senjata untuk membunuh, minuman keras dan obat-obat terlarang, juga racun yang digunakan untuk membunuh.


6  :  Usaha benar
Usaha benar memiliki empat komponen : 
(a)  usaha untuk membuang pikiran-pikiran jahat yang telah muncul.
(b)  usaha untuk mencegah munculnya pikiran jahat yang belum muncul.
(c)  usaha untuk memunculkan pikiran-pikiran baik yang belum muncul, dan
(d)  usaha untuk mengembangkan pikiran-pikiran baik yang telah muncul.

Yang dimaksud dengan pikiran jahat ialah pikiran yang diliputi keterikatan, delusi, sifat tidak tahu malu, kesombongan, kebencian, kedengkian, kecemburuan (sifat iri hati), kikir, ketidaktenangan dll.

Yang dimaksud dengan pikiran baik ialah pikiran yang tanpa keterikatan, tahu malu, percaya diri, penuh kesadaran, sikap hangat (persahabatan), ketenangan dll.


7  :   Perhatian benar
Perhatian Benar adalah perhatian yang konstan pada :
(a)  tubuh --  apa saja yang dilakukannya.
(b)  perasaan --  apakah menyenangkan, tidakmenyenangkan, atau netral.
(c)  keadaan --  keadaan batin, objek-objek batin.
(d)  pikiran --  keadaan pikiran, apakah sedang fokus, mengembara atau panik.

Selanjutnya setelah perhstian/perenungan itu,  orang tersebut sadar terhadap batin dan jasmaninya,  "aku" yang mana paling penting dan perlu untuk menyadari tiga karakteristik keberadaan, bahwa segala sesuatu itu tidak permanen, dukkha, dan tanpa inti diri yang terpisah.


8  :  Konsentrasi benar
Konsentrasi yang benar adalah ketika kita dapat mempertahankan perhatian kita secara terus-menerus terhadap permasalahan (objek).

Adalah perlu untuk mengembangkan konsentrasi (samadhi) karena pikiran yang tidak terkonsentrasi, dikuasai oleh lima rintangan ---  keinginan sensual, kehendak yang tidak sehat, kemalasan/keengganan, kegelisahan/kekhawatiran dan keragu-raguan (tidak bisa mengambil keputusan) ---  sehingga seseorang tidak melihat hal-hal  (benda-benda) sebagaimana adanya dan dengan demikian tidak dapat memperoleh pandangan atau pengetahuan yang tinggi.

Pikiran yang tidak terlatih, liar dan tidak tenang --- seperti kuda liar. Ia perlu dijinakkan sebelum dapat digunakan. Dalam Samyutta Nikaya Buddha mengumpamakan pikiran (kesadaran) dengan enam binatang (ular, buaya, burung, anjing, serigala dan monyet) yang diikat bersama, tetapi masing-masing selalu bergerak menuju arah berbeda. Mereka harus diikat pada satu tiang sehingga tidak bisa pergi. Demikian kata Buddha, dalam meditasi kita mengikat pikiran (perhatian) kita hanya pada satu objek meditasi tertentu supaya akhirnya pikiran berhenti berlari, tidak keluar melalui enam pintu indera dan menjadi terpusat pada objek meditasi.

Metode meditasi yang diajarkan oleh Buddha (salah satunya) adalah perhatian penuh pada pernapasan, yang juga merupakan metode yang digunakan sendiri oleh Yang Diberkahi (Buddha Gautama). Ini merupakan suatu metode universal yang cocok untuk semua orang. Dalam metode ini orang mencurahkan perhatiannya pada napasnya ketika ia datang (masuk) dan pergi (keluar) melalui lubang hidung, supaya pikiran secara berangsur-angsur mencapai konsentrasi.  Ketika seseorang mempraktikan meditasi, dia akan menyadari pentingnya meninggalkan keduniawian. Suatu pikiran yang terarah pada masalah-masalah dunia selalu terseret oleh pemikiran-pemikiran asing (yang tidak penting) dan tidak dapat menjadi terpusat.

1 komentar:

Translate